Harta Karun Tanah Papua

Harta Karun Tanah Papua

Setelah Perang Dunia ke-2 berakhir dipertengan tahun 1945, negara-negara yang terlibat di Perang Dunia ke-2 kesulitan memperbaiki ekonomi mereka, termasuk juga Amerika Serikat. Pasca Perang Dunia ke-2, ekonomi Amerika benar-benar memburuk, terjadi inflasi besar, tingkat perkerjaan yang rendah, dan mengharuskan Amerika memutar otak mencari solusi bagaimana mengatasi masalah ekonomi mereka. Kemudian muncullah ide untuk mencari dan mengumpulkan emas dan logam muliah lainnya, karena emas bisa menjadi penopang ekonomi berbeda dengan mata uang yang kursnya bisa berada di angka rendah, sedangkan emas menjadi primadona dan semua orang ingin memilikinya dan harga emas pun tetap stabil. Alasan inilah yang membuat Amerika ingin mengumpulkan sebanyak-banyaknya emas. Amerika sendiri mengirim para ahli Geologi mereka ke seluruh penjuru Bumi, guna mencari negara-negara yang memiliki kekayaan alam emas dan logam lainnya. Pada tahun 1960, Forbes Wilson (direktur Freeport saat itu) adalah orang yang melakukan ekspedisi ke Irian Barat (Papua) dan menemukan harta karun melimpah di ketinggian pegunungan Jayawijaya dan sekitarnya. Ekspedisinya ini kemudian ditulisnya dalam buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain. Selain itu Forbes Wilson juga terkejut dengan temuannya, karena selain dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut juga menyimpan bijih emas dan perak. Setelah Perang Dunia ke-2 usai bukan berarti dunia sudah benar-benar aman. Muncul lagi perang baru yang dikenal dengan Perang Dingin. Perang ini ialah "perang saraf" yang lebih cenderung dalam persaingan antara Amerika Serikat dan Rusia, yakni persaingan teknologi persenjataan, persaingan di bidang penjelajahan luar angkasa, dan persaingan ideologi. Dan tentunya ini menimbulkan ketegangan besar terhadap dunia. Kemudian terjadilah 2 gerakan Blok yaitu gerakan Blok Barat (imprialisme) yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan gerakan Blok Timur yang dimotori oleh Rusia.

Freeport yang telah menemukan kekayaan alam berupa emas, tembaga, dan perak di Papua dan bisa menopang perekonomian Amerika nantinya. Oleh karena itu Amerika berniat berinvestasi di Indonesia dan ingin menggarap emas, tembaga dan perak yang ada di Papua. Akan tetapi impian besar itu pudar dengan adanya sikap Presiden Soekarno yang Anti Kapitalisme Barat dan Amerika melihat Presiden Soekarno yang lebih cenderung berdiplomasi dengan negara-negara Blok Timur. Hal ini akan membuat Amerika kesulitan untuk masuk berinvestasi di Indonesia. Pada tahun 1961, Presiden Soekarno gencar merevisi kontrak pengelolahan minyak dan tambang-tambang asing di Indonesia. Minimal sebanyak 60% dari keuntungan perusahan asing harus menjadi jatah rakyat Indonesia. Namun kebanyakan dari mereka gerah dengan peraturan itu. Akibatnya skenario jahat para elit dunia akhirnya mulai direncanakan untuk menggulingkan rezim Soekarno. Melalui CIA (badan intelenjent Amerika Serikat) melakukan operasi-operssi rahasia di Indonesia untuk menjatuhkan kekuasaan Soekarno. CIA kerap terlibat dalam propaganda di beberapa wilayah untuk melepaskan diri dari Indonesia. Seperti di Kalimantan Utara, CIA bekerja sama dengan Inggris, Australia dan New Zealand untuk membantu Malaysia, yang pada akhirnya Kalimantan Utara bergabung dengan Malaysia. Dan sampai sekarang CIA juga terlibat propaganda di Papua yang dikenal dengan OPM (Organisasi Papua Merdeka). Hal ini tentunya membuat Soekarno marah besar kepada Amerika, Inggris, Australia dan New Zealand di forum PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dan sebagai protes terhadap mereka pada tanggal 7 Januari 1965 Soekarno mengambil sikap Indonesia keluar dari PBB.

Amerika kerbakaran jenggot, kalau OPM tidak merdeka, maka apapun yang terjadi Soekarno harus digulingkan dari kekuasaannya. Dengan segala cara Amerika kembali melakukan propaganda untuk menjatuhkan rezim Seokarno dari kekuasaan. Amerika melihat Soekarno yang gemari dengan wanita-wanita cantik dan muda. Mulailah Amerika membuat film porno yang pemerannya menyerupai Soekarno. Hal ini demi menurunkan citra Soekarno di depan mata rakyat Indonesia. Namun hal itu tak kunjung berhasil untuk menjatuhkan rezim Soekarno. Selanjutnya CIA dengan mencari informasi-informasi terhadap orang-orang Indonesia yang membenci Soekarno dan targetnya harus para elit yang cukup mempunyai pengaruh. Dan didapatilah orang tersebut yakni seorang perwira tentara Mayjen Soeharto. Waktu itu Seoharto berambisi untuk menjadi panglima ABRI, sementara Presiden Seokarno yang mengangkat Soedirman sebagai panglima ARBI, timbullah kebencian Soeharto kepada Soekarno, dan kebencian itulah yang dimanfaatkan CIA untuk menjatuhkan rezim Soekarno. Soeharto sendiri dijanjikan akan berkuasa sebagai presiden Indonesia jika bekerja sama dengan Amerika untuk menjatuhkan rezim Soekarno. Soeharto menjadikan PKI sebagai kambing hitam untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno. Pada tanggal 30 September 1965 anak buah Soeharto dengan “bertopeng” PKI melakukan aksinya dengan membunuh perwira-perwira Jendral ABRI yang merupakan orang-orang dekat yang setia dengan Soekarno, dan peristiwa ini kemudian dikenal dengan G30S (Gerakan 30 September). Soeharto menuduh PKI telah melakukan kudeta terhadap pemerintahan Soekarno, padahal PKI sendiri merupakan pendukung Soekarno dan tuduhan itu sulit dimengerti oleh orang-orang PKI. Dengan bantuan persenjataan Amerika, Soeharto memerangi dan membasmi PKI. Mereka yang memajang foto Soekarno di rumah-rumah mereka pun dianggap sebagai PKI yang belum tentu mereka merupakan anggota PKI.

Mereka dieksekusi mati tanpa melalui proses pengadilan. Kurang lebih 3 juta jiwa melayang begitu saja. Soekarno sendiri ditangkap dan diasingkan. Supersemar atau yang dikenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 dengan memelintir dan mengubah yang pada akhirnya isi dari surat perintah itu disalahartikan. Dalam Supersemar, Soekarno sebenarnya hanya memberi mandat untuk mengatasi keadaan negara yang kacau-balau kepada Soeharto, bukan justru menjadikan Seoharto menjadi seorang presiden. Setelah kekuasaan Soekarno berhasil digulingkan dan Soeharto menggunakan Supersemar sebagai alat untuk menjadikannya presiden ke-2 Indonesia. Maka Freeport merupakan perusahan asing pertama yang kontraknya ditandatangani oleh Soeharto pada tanggal 7 April 1967 dan pada tahun 1971 Freeport mulai beroperasi. Dan sejak itulah Indonesia menjadi negara yang sangat tergantung terhadap Amerika, hingga kini, dan “mungkin” selamanya jika tidak ada perlawanan terhadap kapitalisme. Freeport sendiri merupakan ladang uang haram bagi pejabat negeri di jaman Orde Baru dan mungkin hingga kini. Banyak peristiwa sejarah yang dimanipulasi, pembohongan publik dilakukan secara masif dan terstruktur di jaman Orde Baru. Perlu diketahui bahwa cadangan emas yang ada di Papua (tambang Grasberg) merupakan cadangan emas terbesar di dunia, dan cadangan tembaga terbesar ketiga di dunia. Sementara Indonesia hanya sendapatkan 9,36% dari keuntungannya.

Saya mencoba hitung, untuk emas Freeport menghasilkan per tahun bisa mencapai 80 Ton atau 80.000 kg, jika 1 kg emas setara dengan kurang lebih 500 Juta Rupiah, maka dari emas Freeport telah mengantongi 40 Trilyun Rupiah, rata-rata per hari Freeport meraup 109,58 Milyar Rupiah. Ternyata, selain itu jika dihitung dari hasil tembaga, Freeport menghasilkan per tahun 882 juta lbs tembaga atau setara dengan 400 juta kg. Jika 1 kg tembaga setara dengan kurang lebih 50 Ribu Rupiah, maka Freeport telah berhasil mengantongi 20 Trilyun Rupiah, atau rata-rata dalam sehari bisa meraup 54,79 Milyar Rupiah. Bayangkan, jika ditotal penghasilan Freeport dari emas dan tembaga saja, maka dalam sehari bisa meraup 164,37 Milyar Rupiah, belum juga termasuk dari hasil penambangan Perak. Dari penambangan emas dan tembaga saja Indonesia mendapatkan kurang lebih 15,38 Milyar Rupiah per harinya. Dalam setahun pendapatan Freeport bisa mencapai 80 Trilyun Rupiah dan Indonesia hanya mendapatkan 9,36% dari keuntungannya yakni kurang lebih 7,48 Triliyun Rupiah per tahun.

Tahun 2010 Indonesia mulai menyadari kalau di Papua juga terdapat kandungan Uranium. Dan menimbul kecurigaan pemerintah terhadap Freeport yang telah menambang dan memproduksi Uranium secara diam-diam. Komisaris PT Freeport Indonesia menampik kabar tersebut. Dikatakannya, Freeport hanya menghasilkan konsentrat emas, tembaga, dan perak, dan bekerja sesuai Kontrak Karyanya dengan Indonesia. Australia adalah negara penghasil Uranium terbesar di dunia dan secara Geologi Papua dan Australia dulunya merupakan satu daratan. Ditunjukan dengan adanya kesamaan karakteristik jenis batuan yang dimiliki Papua dengan jenis batuan yang ada di Australia, yakni batuan-batuan ultrabasa dan memiliki umur batuan yang sama 600 juta tahun. Hal ini (Uraminum) memungkinkan juga akan keterdapatannya di Papua. Sekilas info, Uranium adalah mineral yang memancarkan radiasi nuklir atau bersifat radioaktif. Uranium digunakan sebagai energi dalam PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) dan juga dalam pembuatan senjata atau bom nuklir. Uranium merupakan mineral yang sangat unik, kenapa saya katakan demikan? karena energi yang dihasilkan Uranium sangat besar. 1 gram Uranium = 2000 Liter minyak atau 1 gram Uranium = 3 TON Batu Bara. Bisa dibayangkan sendiri kalau Uranium merupakan solusi bahan energi alternatif dimasa depan jika BBM dan batu bara mulai langkah. Kita di Indonesia masih punya cadangan energi yang melimpah. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) menyampaikan bahwa PT Freeport tidak melakukan penambangan Uranium di Papua. Hasil penelitian terhadap sampel yang diambil di empat titik pertambangan Freeport, menurut BAPETEN, tidak menunjukkan adanya kandungan Uranium yang memiliki nilai ekonomis. Kadar Uranium di empat titik penambangan Freeport menurut uji laboratorium hanya sekitar 8 ppm atau 8 molekul per sejuta molekul yang ada di galaksi. Kadar tersebut sangat rendah dan tidak mencukupi batasan minimum nilai ekonomis Uranium yang angkanya di atas 500 ppm. Namun kita harus patut mencurigai pula bahwa Amerika telah menambang Uranium secara diam-diam sejak lama dari Freeport mulai beroperasi tahun 1971, dan kita Indonesia baru menyadari akan hal itu di tahun 2010 kalau tanah Papua juga menyimpan cadangan Uranium. Amerika merupakan negara yang mengkonsumsi Uranium terbesar di dunia, sementara Amerika sendiri tidak memiliki sumber daya alam candangan Uranium. Di lain sisi Amerika dibuat kalang kabut dengan program-program nuklir negara lain seperti Iran dan Korea Utara. Amerika ditakuti akan isu program sejata nuklir yang dikembangkan Iran dan Korea Utara. Jadi menurut saya seberapa kecil pun kadar kandungan Uranium yang ada di Papua, Amerika tetap akan mengambilnya.

Dan penelitian oleh BAPETEN di empat titik pertambangan Freeport mengenai Uranium menurut saya sudah terlambat, karena selama hampir 40 tahun lamanya sudah habis diambil oleh Freeport dan BAPETEN hanya memperoleh sisa-sisa kandungan Uranium yakni 8 ppm di empat titik lokasi tersebut. Kontrak Karya antara Freeport dengan Indonesia akan berakhir pada tahun 2021, dan Freeport ingin menambah masa kontraknya 20 tahun lagi hingga 2041. Renegosiasi kontrak 2 tahun sebelum masa kontrak berakhir, dan itu tepatnya di tahun 2019 yang artinya Jokowi masih memerintah sebagai Presiden. Saat ini terdapat 2,5 Milyar Ton Metrik cadangan bijih material yang mengandung emas, tembaga dan perak di tambang Grasberg. Cadangan murni emas di Papua mencapai 67 juta ounce atau sekitar 1.899 ton (1 ounce = 28,35 gram), dan 33 juta ounce untuk cadangan perak, sementara cadangan tembaga sebesar 18 juta ton. Diperkirakan tambang Grasberg memiliki usia hingga tahun 2064, artinya cadangan bijih logamnya akan habis di tahun 2064. Harusnya pemerintah membatalkan perpanjangan kontrak karya yang diajukan Freeport dan memberanikan diri menggarap dan mengelolah sendiri kekayaan alam yang ada di Papua. Indonesia akan makmur, kemiskinan negeri ini pun akan teratasi. Tapi jikalau pemerintah Indonesia memberikan perpanjangan kontrak lagi kepada Freeport, maka bisa dihitung sendiri berapa Trilyun Rupiah yang hilang, sungguh disayangkan. Demi kelancaran perpanjangan kontrak antara pihak Freeport dengan pemerintah Indonesia, pada bulan Januari 2015 ditunjuklah mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Maroef Sjamsuddin sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (anak perusahan PT Freeport-McMoRan). Diduga kalau penunjukan Maroef Sjamsuddin sebagai bos PT Freeport Indonesia atas rekomendasi dan usulan Jenderal (Purn) AM. Hendropriyono (mantan Kepala BIN). Maroef adalah orang dekat Hendropriyono yang adalah bagian timses pemenangan Jokowi-JK di Pilpres kemarin.

Semakin tajam pula kecurigaan peran dan keterlibatan BIN dalam memuluskan kepentingan asing (PT. Freeport-McMoRan) di Pemerintahan Jokowi-JK. Kemarin Jokowi mengangkat anak menantu Hendropriyono yakni Brigjen TNI Andika Perkasa sebagai Komandan Paspampres. Banyak kalangan mengatakan bahwa ini sebagai balas budi Jokowi kepada Hendropriyono karena telah mendukung Jokowi-JK di Pilpres. Revolusi mental pun hanya menjadi slogan dan tidak bisa mengatasi kebiasaan-kebiasaan lama yang memang sulit ditinggalkan bangsa ini; Nepotisme yang kelak akan berujung pada kolusi, dan korupsi. Sepertinya pemerintah Indonesia menyetujui perpanjangan kontrak karya dengan Freeport yang nyatanya merugikan negara Indonesia. Karena Indonesia mengajukan syarat yaitu harus membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (Smelter). Dan Freeport sendiri akan memunuhi persyaratan tersebut. Sekarang aroma politik pun tercium kenapa pembangunan pabrik Smelternya di Gresik, Jawa Timur? Dan kenapa tidak dibangun pabrik Smelternya di Papua? Mungkin saudara pembaca bisa menjawab sendiri dari pertanyaan tadi. Papua berada pada posisi dan situasi yang sulit, pelanggaran HAM terhadap masyarakat Papua kerap dilakukan oleh Indonesia sendiri dalam hal ini TNI dan POLRI. Permainan politik kotor yang dipraktekan para oknum pejabat Indonesia sendiri dalam hal memperkaya diri lewat kekayaan tanah Papua, menjadikan Papua semakin terpuruk.

Hal ini yang membuat OPM gencar melakukan perlawanan terhadap Indonesia untuk mendirikan Papua Barat sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Andai kata melalui proses politik yang panjang dan Papua menjadi negara yang merdeka dan lepas dari wilayah NKRI. Maka Papua masih tetap sama (tidak sejaterah) karena masih dikontrol oleh pengaruh asing. Lewat tulisan ini, saya memberi sedikit informasi agar kita sebagai generasi penerus bangsa sadar betul akan keadaan terpuruk yang dialami negara kita sekarang ini terkhususnya di Papua. Tentunya ajakan agar kita bangkit berdiri melawan mereka para kapitalis asing dan juga mereka para oknum pejabat negeri yang ingin menjual kekayaan Indonesia. Selamatkan Papua dari tangan-tangan kotor mereka. Mari terus melakukan pengawasan terhadap gerak-gerik asing yang ingin mengontrol Pemerintahan. Harapnya semoga kedepannya perusahan asing yang ada di Indonesia bisa beralih status menjadi perusahan nasional.

 

Share this Post: