Memotivasi Pegawai Agar Berkinerja Tinggi

Memotivasi Pegawai Agar Berkinerja Tinggi

Meningkatkan Kinerja Pegawai Supaya Organisasi Berjalan dengan Efektif

Motivasi sangat mempengaruhi kinerja pegawai. Motivasi tidak dapat diberikan oleh orang lain, karena motivasi adalah dorongan dari dalam individu, maka dari itu saya mengungkapkan kesimpulan dari teori-teori motivasi yang berhubungan dengan kinerja agar kinerja pegawai dapat lebih ditingkatkan. Berikut adalah kesimpulan-kesimpulan dari teori motivasi, yaitu:
Kesimpulan dari teori Maslow menganggap motivasi manusia berawal dari kebutuhan  dasar  dan kebutuhan keselamatan dalam kerja. Setelah hal itu tercapai barulah meningkat berusaha untuk mencapai tahap yang lebih tinggi.
 
Kesimpulannya dari teori Mc. Clelland menyatakan bahwa ada tiga type dasar kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan untuk prestasi (need for Achievement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Dalam memotivasi bawahan maka hendaknya pimpinan dapat menyediakan peralatan, membuat suasana pekerjaan yang kondusif, dan kesempatan promosi bagi bawahan, agar bawahan dapat bersemangat untuk mencapai n Ach, n Af, dan n Pow yang merupakan sarana untuk memotivasi bawahan dalam mencapai tujuan.
Kesimpulannya dari teori harapan adalah bahwa anggota organisasi akan termotivasi bila orang-orang percaya mengenai tindakan mereka akan menghasilkan yang diinginkan, hasil mempunyai nilai positif   dan usaha yang dicurahkan akan menuai hasil.
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: berorientasi pada prestasi, memiliki percaya diri, berperngendalian diri, kompetensi.
Orang-orang yang berbeda didalam suatu organisasi perlu mengetahui apa yang mereka harapkan, bagaimana mengukurnya, dan yang terpenting lagi, bagaimana perkembangannya. Kalau tidak mereka akan frustasi dan tidak bekerja dengan baik. Tetapi berdasarkan hasil kajian-kajian kita, mengapa begitu banyak manajer dibidang teknologi informasi dan rekan-rekan mereka yang memberikan tanggapan negative terhadap penilaian pelaksanaan kerja? Terdapat banyak kesalahpahaman. Banyak manajer tidak  mengetahui bagaimana menyusun standar-standar pelaksanaan  kerja untuk personil teknologi informasi. Ada kekaburan tentang unsur-unsur kerja apakah yang ada atau tidak ada didalam control seseorang. Mereka yang bertanggung jawab atas penilaian-penilaian itu sering tidak suka menjadi bagian dari proses umpan balik. Penanganan yang tidak efektif atas prosedur-prosedur penilaian dapat mengakibatkan timbulnya kecurigaan diantara para pekerja teknologi informasi. Pengukuran-pengukuran subyek yang tidak tepat dapat merusak motivasi, dan orang-orang merasa khawatir kalau yang dinilai adalahperangai pribadinya, bukan kinerja dan hasil kerjanya.
 
2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:
1.      Kemampuan mereka,
2.      Motivasi,
3.      Dukungan yang diterima,
4.      Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan
5.      Hubungan mereka dengan organisasi.
Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain :
a.      Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
b.   Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.
David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang realistis 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1)Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2)Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3)Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).
 
2.2 System Berkinerja Tinggi
Salah satu perkembangan mutakhir dalam menangani perubahan berskala besar tercakup dalam konsep “system berkinerja tinggi”, satu konsep yang bersal dari seorang pakar manajemen bernama Peter Vail. Konsep tersebut didasarkan pada pandangan bahwa berbagai organisasi dewasa ini perlu selalu berada pada kondisi unggul dan melakukan pembaruan sebagai wahana untuk membawa inovasi kedalam organisasi. Hal yang sangat penting diperhatikan ialah bahwa pengertian keunggulan dan kinerja tinggi dipengaruhi oleh factor budaya dari pihak yang memberikan atau menggunakan pengertian tersebut.
Untuk melihat apakah suatu system organisasi memenuhi kriteria “unggul” dan berkinerja tinggi atau tidak, delapan faktor perlu dikaji, yaitu:
1.    System menampilkan kinerja yang unggul diuji dengan standar eksternal dan bukan standar yang hanya berlaku secara internal,
2.   Keunggulan kinerja tampak bila dibandingkan dengan apa yang dianggap tingkat kinerja potensial, dengan kata lain kinerja nyata tidak jauh berbeda dengan kinerja potensial.
3.      Terjadi peningkatan kinerja dibandingkan dengan penampilan dimasa lalu.
4.   Pengamat ahli yang netral berpendapat bahwa system secara kualitatif lebih baik dibandingkan dengan system lain yang sejenis.
5.    System hanya menggunakan sebagian dari sarana, daya dan dana yang tersedia untuk menyelengarakan fungsinya.
6.  System dapat dijadikan contoh tentang cara berprestasi dan oleh karena itu menjadi sumber ide dan inspirasi bagi system-sistem yang lain.
7.     System dengan kinerja tinggi mampu memenuhi persyaratan ideal yang dituntut oleh budaya dalam mana system berada dan bergerak.
8.      Hanya organisasi itulah yang mampu menampilkan kinerja pada tingkat yang seperti yang ditampilkannya.
Dari delapan kriteria diatas jelas terlihat bahwa system berkinerja tinggi merupakan suatu tantangan konseptual karena apa yang terjadi ialah penonjolan masalah bagaimana melakukan analisis tentang interdependensi manusia dalam kehidupan berkarya dalam kerangka pendekatan kesisteman dengan cara yang tepat. Konsep system berkinerja tinggi dikatakan sebagai tantangan juga karena para penganut konsep ini memang dituntut untuk menyisihkan waktu untuk mempunyai perasaan kuat dan memiliki tingkat dedikasi yang tinggi bagi pencapaian tujuan system dibarengi oleh pemusatan perhatian pada isu dan berbagai variable kunci.
 
2.3 11 Prinsip Meningkatkan Kinerja Karyawan
1.      Tidak ada orang yang menerima suatu pekerjaan untuk gagal.
2.      Orang termotivasi oleh dua hal, yaitu ketakutan atas hukuman dan harapan akan imbalan.
3.  Masalah kinerja kecil yang diabaikan sejak awal akan menjadi masalah besar dan dapat menulari karyawan yang berkinerja bagus.
4.   Jika Anda melakukan apa yang selalu Anda lakukan, Anda akan mendapatkan apa yang selalu Anda dapatkan.
5.   Setiap orang ahli dalam suatu bidang, kuncinya adalah menemukan apa yang menjadi keahlian setiap orang.
6.      Anda tidak dapat memuaskan seorang bos yang tidak tahu apa yang diinginkannya.
7.      Kadang-kadang tindakan yang terbaik adalah tidak bertindak sama sekali.
8.      Menangkap basah orang yang sedang melakukan sesuatu yang benar.
9.   Anda akan mendapatkan kinerja yang lebih hebat dengan bekerja sama daripada dengan menginjak orang lain.
10.  Perlakuan yang berbeda untuk orang yang berbeda.
11.  Anda tidak boleh “ngomong doing”, Anda harus terjun langsung.
 
2.4 Rumusan Kinerja Tenaga Kerja
Kinerja/produktifitas tenaga kerja dapat digambarkan dengan rumusan sebagai berikut.
Keterangan:
-          Hasil sebenarnya adalah hasil actual per periode tertentu
-          Total hari kerja sebenarnya adalah merupakan hasil perkalian antara jumlah karyawan pada suatu periode tertentu dengan hari kerja aktif dalam periode yang bersangkutan.
Berdasarkan analisis tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan:
“Produktifitas merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan serta mengutarakan cara pemanfaatan baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi suatu barang atau jasa.”
Untuk mendapat kinerja yang baik, maka sumber daya manusia yang ada harus mempunyai kualitas yang baik pula. Dalam hal ini bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor insentif, motivasi, disiplin kerja dan budaya kerja.
·    Pemberian insentif merupakan imbalan yang diberikan kepada seorang pegawai yang telah melakukan suatu pekerjaan diluar tugas pokoknya atau melebihi target dari pekerjaan yang telah ditetapkan.
·      Motivasi dapat timbul dari seorang pegawai dimulai dari pengenalan secara sadar suatu kebutuhan yang belum terpenuhi kemudian ditetapkan sasaran yang diperkirakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut selanjutnya akan diikuti tindakan untuk mencapai sasaran tersebut sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi. Motivasi individu tiap pegawai yang sejalan dengan misi organisas/perusahaani akan bermanfaat untuk mengembangkan organisasi/ Perusahaan, sehingga akan berbentuk motivasi kelompok yang sering disebut dengan komitmen.
·       Disiplin kerja mengatur seorang pegawai akan mentaati segala norma, kaidah dan peraturan yang berlaku dalam organisasi/Perusahaan.
Tujuan disiplin kerja untuk memperlancar pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya agar pencapaian tujuan organisasi/perusahaan tepat waktu, tepat sasaran serta efektif dan efisien. “Ukuran kinerja suatu organisasi/perusahaan tidak dapat diukur dari para pelaksana pelayanan, tetapi justru dari penerima layanan. Hal ini dikarenakan kinerja itu pada dasarnya adalah output dan bukan input, pihak yang dapat merasakan output bukanlah penyelenggaran layanan tetapi pengguna jasa layanan (masyarakat).” Kepuasan pelanggan / pengguna jasa layanan menjadi tolok ukur atas keberhasilan sebuah kinerja yang diusahakan bersama.
Manajemen kinerja juga merupakan instrument untuk mendapatkan hasil-hasil yang lebih baik dari organisasi, tim dan para individu dengan mengelola kinerja sesuai dengan tujuan, sasaran dan standar yang telah disepakati bersama.
 
2.5 Manajemen Kinerja Sebagai Suatu Sistem
Sebagai proses komunikasi yang berkelanjut antara atasan dan bawahan untuk memperjelas dan menyepakati fungsi pokok pekerjaan bawahan dan pelaksanaannya guna berkontribusi mencapai tujuan organisasi, manajemen kinerja bukanlah proses satu arah dari atas kebawah, melainkan proses interaktif dimana terjadi dialog dan diskusi antara atasan dan bawahan berkenaan dengan target pekerjaan bawahan.
Untuk itu, manajemen kinerja memiliki lima komponen sebagai berikut :
·    Perencanaan kerja dimana atasan dan bawahan berupaya merumuskan, memahami dan menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya terhadap mencapaian tujuan-tujuan organisasi;
·    Komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, serta guna mengantisipasi segala persoalan yang mungkin timbul;
·   Pengumpulan data dan informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi kinerja bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian kinerja, observasi langsung maupun tanya jawab denga pihak-pihak terkait;
·     Pertemuan tatap muka antara atasan dan bawahan untu mengkaji bukti-bukti otentik kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan dan disimpulkan bersama sebagai kinerja bawahan pada priode tertentu;
·    Diagnosis berbagai hambatan efektivitas kinerja bawahan dan tindak lanjut bimbingan yang dapat dilakukan atasan untuk menyingkirkan hambatan-ambatan tadi guna meningkatkan kinerja bawahan.
Share this Post: