Dalam satu dekade terakhir ini, terutama sejak bergulirnya era reformasi, kembali menjadi pembicaraan hangat tentang eksistensi organisasi massa sebagai salah satu pilar demokrastisasi di Indonesia. Ini merupakan sesuatu yang memiliki makna positif dalam kerangka mewujudkan demokrasi. UU No 8 Tahun l985 tentang Keormasan, di pertanyakan eksistensinya seiring dengan keterbukaan sebagai bagian dari upaya menerapkan good corporate social and community oleh pelaku ormas, pada saat yang sama, ada keinginan untuk mengimplementasikan Good Governance atau tata kelola pemerintahan. Keterkaitan antara pemerintah selaku regulator yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat maupun dalam kapasitasnya memberikan pembinaan, maka undang undang keormasan itu masih cukup relevan untuk menjadi acuan. Paling tidak, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan stressing atau sebagai entry point bagi kelangsungan pembinaan organisasi masyarakat. Pertama, bahwa untuk lebih meningkatkan peran ormas untuk turut mendukung dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional maupun ditingkat daerah. Kedua, adanya hubungan yang cukup signifikan antara ormas dengan pemerintah dalam membangun struktur sosial , budaya dan hubungan antar masyarakat dalam suatu wilayah. Ketiga, bahwa peran serta masyarakat dalam membangun tata kehidupan yang demokratis sudah semakin terbuka lebar, dengan adanya kesempatan yang luas untuk menyampaikan pendapat, kebebasan membentuk kelompok masyarakat yang peduli terhadap kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara serta pembentukan masyarakat sipil yang mempunyai peran yang lebih luas dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan.
Dari catatan yang di kemukakan di atas, pemerintah daerah, sejalan dengan penerapan otonomi daerah yang diasumsikan sebagai pemberian kewenangan yang luas dan bertanggung jawab untuk membangun daerahnya serta pemberdayaan masyarakat daerah, merupakan konsekuensi dari desentralisasi dalam kerangka negara kesatuan. Olehnya itu kewenangan pemerintah daerah untuk mendorong terbangunnya organisasi massa yang lebih berdaya akan lebih mudah. Tidak lagi harus dibawah bayang bayang instruksi pemerintah pusat. Proses dan dinamika pemberdayaan masyarakat (empowerment) akan lebih leluasa untuk mengelola, menata dan mengatur sendiri masyarakat sesuai tujuan yang ingin dicapai.
Pembinaan Ormas/LSM
Sejalan dengan perkembangan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan adanya perubahan yang cukup strategi dalam beberapa tahun ini, pertumbuhan ormas dan LSM semakin banyak. Ini menunjukkan bahwa elemen masyarakat semakin berkesempatan untuk membuat kelompok, organisasi atau lembaga yang berorientasi pada penghimpunan potensi yang ada untuk menjadi sebuah kekuatan yang riel. Namun tentu saja, dengan karakter, corak dan tujuan yang berbeda itu dalam pembentukannya akan memperkaya khasanah pemikiran untuk bersama sama membangun bangsa dan negara.
Sebelum menguraikan lebih lanjut tentang pola pembinaan ormas yang dijalankan oleh pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, juga berbagai regulasi yang berhubungan dengan pembangunan daerah, terlebih dahulu kita uraikan definisi ormas dan LSM, karena saat ini orang agak sulit membedakan apa perkumpulan itu masuk dalam kategori ormas, LSM atau hanya sekedar berkumpul sesuai dengan kondisi yang berkembang atau sebagai bentuk respon atas kondisi yang terbangun di sekitarnya. Secara garis besar, yang di maksud ormas adalah sekumpulan orang yang bersepakat menyatukan diri untuk membentuk organisasi, yang terdiri atas adanya AD/ART, memiliki sekretariat berkedudukan di suatu daerah dan akan membentuk perwakilan/cabang di daerah lain, yang terdaftar serta berbadan hukum yang berkekuatan tetap.
Sementara LSM dibentuk oleh beberapa orang untuk tujuan tertentu serta memfokuskan diri pada suatu kelompok kerja bidang tertentu yang anggotanya tidak cukup banyak. Dan, terakhir, kelompok orang yang secara insidentil menyesuaikan dengan arus dan arah perkembangan yang melingkupi untuk memberi koreksi terhadap sebuah kebijakan, program lembaga pemerintahan ataupun penyampaian aspirasi yang diakibatkan adanya pengaruh yang berdampak luas dalam lingkungan global.
Dari batasan sederhana di atas, dapat disimpulkan bahwa ormas, LSM atau kelompok orang, mencirikan kesepakatan untuk berada dalam satu wadah berhimpun untuk mencapai tujuan.
Pembinaan ormas yang seyogyanya di laksanakan oleh pemerintah daerah di era otonomi daerah dan pembangunan demokrasi antara lain, kesatu, adanya kesepakatan terhadap nilai nilai dasar, ideologi dan cita cita untuk bersatu menjadi suatu bangsa (Integrasi normatif). kedua, adanya rasa ketergantungan fungsional dan manfaat fungsional yang konkrit dari tiap ormas dengan terintegrasi dalam satu kesatuan (Integrasi fungsional), ketiga, adanya kekuatan dalam menjaga komitmen tiap ormas untuk menciptakan kestabilan dan keteraturan (Integrasj koersif).
Untuk maksud tersebut pemerintah daerah hendaknya menciptakan keserasian sosial dengan memberikan kesempatan pada masyarakat (ormas/LSM/kelompok masyarakat) untuk mengembangkan sumber daya lokal yang khas serta natural helping system, memberikan kesempatan kepada local genius serta local leaders untuk mencari dan mengembangkan mekanisme kontrol sosial yang sesuai dengan lingkungan budaya setempat. Dalam situasi sekarang, kebijakan pemerintah daerah harus lebih banyak bersifat memfasilitasi dari pada memaksakan peraturan peraturan di masyarakat lokal. Dalam beberapa hal, pemerintah perlu memberikan bantuan untuk memperkuat pranata atau organisasi massa lokal bila benar benar dibutuhkan mereka disamping itu, ke depan perlu ada ruang yang lebih luas dalam pembentukan LSM, tanpa harus ada izin untuk mengesahkan keberadaannya, kecuali sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan hukum, hendaknya didaftarkan pada institusi hukum. Juga disarankan kepada Lembaga swadaya Masyarakat/ormas untuk menjadi bagian dari pemberdayaan, bukan beban bagi masyarakat.
Civic Culture
Bila kita ingin mereformasi ormas, kita harus memeriksa secara teliti budaya apa yang telah mengakar di masyarakat. perubahan perubahan yang dihasilkan di era reformasi harus merupakan suatu pelembagaan (institusionalisasi) yang belum sempat tertanam pada kepribadian masyarakat kita (internalisasi), sehingga yang terjadi sampai saat ini adalah institusionalisasi tanpa internalisasi. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah tepatnya pola pembinaan masyarakat yang ditujukan untuk mengangkat citra organisasi dalam mencapai tujuannya yang terintgrasi dalam pembangunan bangsa. Budaya yang berkembang dalam suatu masyarakat dapat menjadi daya dorong dalam pembentukan masyarakat madani (civil society) dengan mengeliminasi berkembangnya primordialisme di tengah tengah kelompok masyarakat dalam suatu wilayah, juga terbentuknya sosialisasi di dalam keluarga dan dalam lingkungan yang lebih luas yang disebut stock of knowledge. Jika ini dianggap tidak bermanfaat maka perlu dilakukan de-edukasi secara meluas dan mendasar. Dalam dimensi sosial, pembinaan masyarakat itu dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan individu dan secara berjenjang perlu dilakukan pembinaan yang lebih bersifat komprehensif serta lebih mengedepankan upaya pendekatan persuasif budaya lokal. Diharapkan dengan terbangunnya sistem pembinaan yang baik, masyarakat madani dapat tercipta.
Pada dasarnya optimalisasi peran LSM sebagai parameter terciptanya masyarakat madani, banyak di tentukan oleh kiprahnya dalam membantu kelompok masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan terwujudkan pola interaksi yang lebih luas, antara masyarakat, pemeri ntah dan swasta. Dari pencerahan yang dilakukan LSM, dan core kegiatannya yang lebih sistemik, terarah pada fokus bidang tertentu akan mempercepat laju pertumbuhan gerak scsial masyarakat. 0leh karena itu, di masa datang LSM/ormas harus benar benar nyata kegiatannya yang teraplikasi dalam program yang berkesimabungan, baik untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.