PERSAUDARAAN ISLAM [BAGIAN TERAKHIR]
Pembagian Ikhwân (Saudara)
Ada dua macam ikhwân atau saudara dalam Islam; (1) Ikhwânul Tsiqah dan (2) Ikhwânul Mukâsyarah. Saudara-saudara kita yang tsiqah adalah saudara sejati dan saudara yang seperti ini, sangat jarang adanya. Terhadap ikhwân tsiqah (saudara-saudara yang dapat dipercaya) ini kita bisa mempercayainya, kita sembunyikan rahasianya dan celanya dan tampakkan keindahannya. Adapun saudara-saudara kita yang tergolong ikhwân mukâsyarah (ikhwân yang tidak dapat dipercaya) kita berinteraksi dengan mereka hanya sebatas teman gaul biasa, kita akan mendapatkan senang kita dari mereka, kita bisa curahkan keramahan wajah dan kemanisan lidah kepada mereka sebagaimana mereka juga berbuat demikian kepada kita dan kita tidak bisa menuntut lebih dari itu.
Dari Jâbir dari Abû Ja‘far as berkata, “Ada seorang lelaki di Bashrah menghadap Amîrul Mu`minîn as lantas dia bertanya, ‘Wahai Amîrul Mu`minîn! Kabarkan kepada kami tentang ikhwân!.’ Beliau menjawab, ‘Ikhwân itu ada dua macam; ikhwânul tsiqah dan ikhwânul mukâsyarah. Adapun ikhwânul tsiqah, maka mereka itu adalah tangan, sayap, keluarga dan harta. Apabila kamu dari saudaramu itu atas batasan tsiqah (kepercayaan), curahkan kepadanya hartamu dan badanmu. Bersahabatlah dengan orang yang bersahabat dengannya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Sembunyikan rahasianya dan aibnya dan tampakkanlah kebaikannya, dan ketahuilah wahai penanya bahwa mereka itu lebih sedikit dari kibrit (batu granit) merah. Dan adapun ikhwânul mukâsyarah, maka kamu akan mendapatkan kesenanganmu dari mereka, lalu jangan kamu putuskan hal itu dari mereka dan kamu jangan menuntut selain itu dari hati mereka, berikan kepada mereka apa yang mereka berikan kepadamu seperti keramahan wajah dan kemanisan lidah (dalam berbicara).’”
Demi terciptanya rasa persaudaraan Islam yang sesungguhnya, maka kita harus berusaha menjauhkan diri kita dari penyakit-penyakit hati yang merusak persaudaraan tersebut.
Hal-hal yang Merusak Persaudaraan
Mengapa saudara-saudara kita yang tadinya dekat dengan kita, kini menjauh dari kita, mereka jaga jarak dengan kita atau bahkan mereka meninggalkan kita? Penyebabnya adalah karena kita mempunyai sifat-sifat munaffirah, yaitu sifat-sifat yang membuat orang lain tidak suka kepada kita sehingga mereka menjauh dari kita, seperti sifat kasar, keras hati dan lain-lain. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
ÙَبÙمَا رَØْمَة٠مÙÙ†ÙŽ الله٠لÙنْتَ Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ ÙˆÙŽ لَوْ ÙƒÙنْتَ Ùَظًّا غَلÙيْظَ الْقَلْب٠لانْÙَضّÙوا Ù…Ùنْ ØَوْلÙÙƒÙŽ ÙَاعْÙ٠عَنْهÙمْ ÙˆÙŽ اسْتَغْÙÙرْ Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ ÙˆÙŽ شَاوÙرْهÙمْ ÙÙÙŠ الأَمْر٠ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽ عَزَمْتَ Ùَتَوَكَّلْ عَلَى الله٠إÙنَّ اللهَ ÙŠÙØÙبّ٠الْمÙتَوَكّÙÙ„Ùيْنَ
Maka dengan kasih dari Allah kamu berlaku lembut kepada mereka, sekiranya kamu bertutur-kata yang kasar dan keras hati, niscaya mereka menjauh dari sekitarmu, maka maafkanlah mereka, mintakanlah ampunan untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan. Apabila kamu telah berazam, hendaklah kamu ber-tawakkal kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang ber-tawakkal.
Ayat tersebut di atas merupakan konsep persaudaraan yang sangat baik. Rasûlullâh saw itu disukai oleh para sahabatnya dan bahkan oleh musuh-musuhnya sekalipun, dikarenakan beliau berperangai lembut, tidak keras dan kasar hati sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ‘azza wa jalla di atas.
Fazhzh dan Ghalîzhal Qalb
Kedua kata itu bermakna orang yang buruk akhlak lagi keras hati. Dan sifat-sifat fazhzh serta ghalîzhal qalb itu antara lain.
1. Buruk Sangka
قَالَ رَسÙول٠الله٠صَلَّى الله٠عَلَيْه٠وَ سَلَّمَ : Ø¥ÙيَّاكÙمْ ÙˆÙŽ الظَّنَّ ÙÙŽØ¥Ùنَّ الظَّنَّ أَكْذَب٠الْØَدÙيْثÙ, ÙˆÙŽ لاَ تَØَسَّسÙوا ÙˆÙŽ لا تَجَسَّسÙوا.
Rasûlullâh saw telah berkata, “Janganlah kalian berburuk sangka, sebab buruk sangka itu sedusta-dusta ucapan (hati), dan janganlah kamu saling mendengarkan (kesalahan) dan janganlah saling memata-matai.”
قَالَ Ø£ÙŽÙ…Ùيْر٠الْمÙؤْمÙÙ†Ùيْنَ عَلَيْه٠السَّلاَم٠: Ø¥ÙÙيَّاكَ أَنْ تَغْلÙبَكَ Ù†ÙŽÙْسÙÙƒÙŽ.
Imam ‘Ali bin Abî Thâlib berkata, “Janganlah kamu dikalahkan oleh buruk sangka (sû`uzh zhann), sebab hal itu tidak meninggalkan maaf diantara kamu dan sahabat.”
2. Mengadu-ngadu
Mengadu-ngadu atau namîmah akan mendatangkan permusuhan, dan pelakunya akan dilawan oleh orang yang dekat dan akan dibenci oleh orang yang jauh sebagaimana pada dalil berikut ini.
Amîrul Mu`minîn as berkata, “Siapa yang berusaha mengadu-ngadu orang, niscaya dia diperangi oleh orang yang dekat dan dibenci oleh orang yang jauh.”
3. Tidak Melupakan Kesalahan Orang Lain
Sering mengenang kesalahan orang lain kepada kita, akan menyayat luka lama dan akan menimbulkan kebencian yang berkepanjangan dan bahkan dapat membangkitkan dendam-kesumat hingga akan menutup kemungkinan untuk merajut kembali persaudaraan.
Amîrul Mu`minîn as berkata, “Manusia yang menghitung-hitung ikhwân dengan setiap dosa, niscaya akan sedikit sahabatnya.”
4. Perdebatan
Berdebat apabila tujuannya jelek seperti ingin menang sendiri, tidak mau mengakui kebenaran orang lain atau bahkan merendahkan pribadi orang lain, tentu akan merusak persahabatan.
Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang suka mendebat saudara-saudaranya, pasti akan sedikitlah jumlah sahabatnya.”
5. Ingin Diutamakan
Julukan kebesaran, kebangsawanan dan keningratan ba-gi sebagian orang harus ditiadakan, sebab manusia itu semuanya sama-sama dari Ãdam dan Ãdam dari tanah, dan manusia yang mulia di sisi Allah adalah orang yang ber-taqwâ. Rasûlullâh saw mengatakan bahwa manusia itu seperti gigi sisir yang sama tingginya, sama warnanya dan sama pula besarnya dari ujung kiri hingga ujung kanan.
Manusia itu semuanya penting, kalau tidak penting, maka tidaklah diciptakan-Nya. Oleh karena itu janganlah kita menuntut orang lain untuk mengutamakan kita, menghargai kita atau menghormati kita, sebab dengan yang demikian itu kita telah menganggap rendah terhadap orang lain hingga akan menimbulkan antipati dan kebencian. Janganlah kita posisikan diri kita sebagai juragan sedang orang lain sebagai hamba sampai-sampai tangan dan kaki kita pun diulurkan untuk diciumi orang-orang yang kita perbudak.
Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang tidak rela terhadap kawannya, kecuali jika kawannya itu mengutamakan dia di atas dirinya, pasti lama kebenciannya.”
6. Hasad
Hasad, irihati atau dengki sangat merusak persahabatan, orang yang hasad itu tidak suka kepada kenikmatan yang ada pada orang lain, orang yang hasad pada hakikatnya tidak rela kepada taqdîr, maka tinggalkanlah hasad itu agar tumbuh kecintaan.
Amîrul Mu`minîn as berkata, “Dan siapa yang meninggalkan sifat hasad, niscaya akan ada kecintaan baginya dari sisi manusia.”
Dan juga beliau mengatakan bahwa hasad kepada kawan adalah penyakit kecintaan.
Abû ‘Abdillâh as berkata, “Persaudaraan yang ada di antara mereka itu membutuhkan tiga perkara kalau mereka mau mengamalkannya, jika tidak, maka mereka akan saling merasa paling benar sendiri (tabâyun) dan akan saling membenci. Dan yang tiga perkara itu adalah saling menginsafkan, saling menyayangi dan meniadakan sifat iri.”
7. Bengis
Bengis adalah sifat yang sangat buruk dan merupakan cerminan dari kasar hati. Orang yang punya perangai bengis pasti akan dijauhi banyak orang, atau orang-orang yang dekat dengannya akan disingkirkannya jika tidak mematuhinya.
Amîrul Mu`minîn as berkata, “Janganlah kamu bersifat bengis, sebab bengis itu merusak persaudaraan.”
8. Bergurau, Bertengkar dan Membanggakan Diri
Al-Shâdiq as berkata, “Wahai putra Al-Nu‘mân, apabi-la kamu menginginkan kecintaan saudaramu itu tulus, maka jangan sekali-kali kamu bergurau dengannya, janganlah ber-tengkar dengannya, janganlah membanggakan diri terhadapnya dan janganlah bergaul secara tidak baik dengannya.”
Abû Al-Hasan yang ketiga as berkata, “Berbantah-bantahan itu akan merusak persahabatan yang telah lama terjalin dan akan menguraikan tali persahabatan yang telah kuat, dan sekurang-kurangnya berbantah-bantahan itu akan menjurus kepada sikap saling mengalahkan sedangkan sikap ingin me-nang sendiri itu adalah dasar dari penyebabnya putus hubungan.”
9. Takjub dan Tidak Sabaran
Dari Abû ‘Abdillâh as berkata: Amîrul Mu`minîn as berkata dalam wasiatnya kepada putranya Muhammad bin Al-Hanafiyyah, “Jauhkanlah dirimu dari kagum dengan dirimu, jelek akhlak dan tidak sabaran, karena ketiga perkara itu akan menjadikan sahabat tidak istiqâmah (konsisten) kepadamu dan orang-orang pun akan senantiasa menjauh darimu.”
Pada hakikatnya yang merusak dan yang membangun persaudaraan dan persahabatan itu sumbernya di dalam hati kita sendiri, dan hancurnya ukhuwwah islâmiyyah adalah disebabkan hati-hati kita yang busuk lagi berpenyakit!
Etika Bersaudara
Dalam etika bersaudara serta bersahabat dengan sesama muslim, sebaiknya kita mengetahui namanya, nama kunyah-nya, nama orang tuanya, nama sukunya, tempat tinggalnya dan kalau berjumpa, pasanglah wajah yang ramah.
Dari Abû ‘Abdillâh as berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Apabila salah seseorang dari kamu mencintai saudaranya yang muslim, maka, tanyakanlah kepadanya tentang namanya, nama ayahnya, nama sukunya dan keluarganya (tempat tinggalnya), sebab yang demikian itu termasuk hak yang wajib, dan benarnya persaudaraan adalah dia mananyakan padanya tentang hal itu, dan jika tidak, maka persaudaraan itu merupakan pengenalan orang-orang yang ahmaq (orang yang uca-pannya mendahului pikirannya atau asal bicara dan tidak diperhatikan benar tidaknya).”
Dari Ja‘far bin Muhammad dari ayahnya berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Ada tiga perkara yang termasuk perangai bengis, yaitu orang yang bersahabat dengan seseorang lalu dia tidak menanyakan tentang namanya dan nama kunyah-nya (nama yang pakai Abû…atau Ummu…misalnya Abû ‘Abdillâh atau Ummu Salamah), apabila diundang untuk makan tidak memenuhi undangan atau dia datang namun tidak mau makan, dan lelaki yang mengaguli istrinya sebelum bermain-main.”
Saudara Sejati
Saudara yang baik itu bukanlah orang yang suka menjilat kita, memuji-muji kita dan mempromosikan kita kepada yang lain, akan tetapi saudara kita yang baik itu adalah orang yang suka mengingatkan kita ketika kita salah atau menyim-pang dari jalan yang benar. Tegurannya sepahit apa pun adalah bukti kasih-sayangnya, dan saudara sejati itu selalu membantu kita dalam beramal untuk akhirat kita. Biasanya orang tidak suka kalau diingatkan oleh orang lain akan kesalahannya, celanya atau celanya, padahal orang yang mengingatkan kita dari kesalahan kita justru itulah saudara yang baik yang sayang kepada kita yang tidak mau kita tersesat.
Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang memperli-hatkan celamu kepadamu dan menjagamu pada saat kamu tidak ada di hadapannya, maka dia itu shadiq (sahabat yang baik), maka jagalah dia.”
Amîrul Mu`minîn as berkata, “Orang yang mengajakmu ke negeri yang kekal dan membantumu dalam beramal un-tuknya, maka dia adalah sahabat yang sayang.”
Doa untuk Persaudaraan
Dalam persaudaraan Islam hendaknya kita berhati-hati, janganlah sampai memusuhi orang yang Allah swt cintai atau mencintai orang yang Dia musuhi; janganlah sampai melaknat orang yang diberi rahmat atau sebaliknya; dan jangan sampai dengki atau membenci orang yang benar-benar beriman kepada Allah. Doa di bawah ini mengajari kita untuk berlaku hati-hati.
Rabbanaghfir lanâ wa li`ikhwâninal ladzîna sabaqû-na bil îmân, wa lâ taj‘al fî qulûbinâ ghillal lillal lilladzîna ãmanû, rabbanâ innaka ra`ûfur rahîm.
Wahai Tuhan kami! Ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam beriman, dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati-hati kami ghillan (kebencian dan kedengkian) kepada orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau maha pengasih lagi maha penyayang.
Allâhumma innî a‘ûdzu bika an u‘âdiya laka waliyyan au uwâliya laka ‘aduwwan au ardhâ laka sakhathan abadâ. Allâhumma man shallaita ‘alaihi fashalâtunâ ‘alaih, wa man la‘antahu fala'natunâ ‘alaih. Allâhumma man kâna fî mautihi farajun lanâ wa lijamî‘il muslimîna fa`arihnâ minhu wa abdilnâ bihi man huwa khairun lanâ minhu hattâ turiyanâ min ‘ilmil ijâbati mâ na‘rifuhu fî adyâninâ wa ma‘âyisyinâ yâ arhamar râhimîn. Wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadinin nabiyyi wa ãlihi wa sallam.
Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari memusuhi kekasih-Mu atau mencintai musuh-Mu, atau rela kepada kebencian-Mu untuk selama-lamanya. Ya Allah orang yang Engkau ber-shalawât baginya, maka shalawât kami pun baginya juga, dan orang yang Engkau laknat atasnya, maka laknat kami juga ditujukan atasnya. Ya Allah orang yang da-lam kematiannya adalah kelapangan buat kami dan buat semua kaum yang berserah diri, maka rehatkanlah kami darinya dan dengan kematiannya, gantikan untuk kami dengan orang yang lebih baik buat kami darinya hingga Engkau perlihatkan kepada kami dari ilmu pengkAbûlan yang kami kenal di dalam ajaran kami serta penghidupan kami, wahai Tuhan yang maha pengasih dari semua yang mengasihi! Dan Allah ber-shala-wât dan mencurahkan salâm atas Muhammad Sang Nabi dan keluarganya.