FUNGSI BIN BAGI INDONESIA

FUNGSI BIN BAGI INDONESIA

Badan Intelijen Negara cikal-bakalnya ada di masa pendudukan Jepang, tahun 1943. Pada masa itu, Jepang mendirikan versi lokal lembaga intelijen yang terkenal dengan sebutan Sekolah Intelijen Militer Nakano. Mantan tentara Pembela Tanah Air (PETA), Zulkifli Lubis, merupakan lulusan sekaligus Komandan Intelijen pertama kaum republikan.

Paska kemerdekaan, Agustus 1945, Pemerintah Indonesia mendirikan badan intelijen republik yang pertama, yang dinamakan Badan Istemewa. Kolonel Zulkifli Lubis kembali memimpin lembaga itu bersama sekitar 40 mantan tentara Peta yang menjadi penyelidik militer khusus. Setelah memasuki masa pelatihan khusus intelijen di daerah Ambarawa, awal Mei 1946 sekitar 30 pemuda lulusannya menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani). Lembaga ini menjadi payung gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.

Pada bulan Juli 1946, Menteri Pertahanan (Menhan) Amir Sjarifuddin membentuk Badan Pertahanan B yang dikepalai seorang mantan komisioner polisi. Alhasil, 30 April 1947 seluruh badan intelijen digabung di bawah Menhan, termasuk Brani menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B.

Pada tahun 1949 Menteri Pertahanan Sri Sultan HB IX tidak puas dengan Kinerja dan performa Intelijen saat itu berjalan sendiri-sendiri tidak terkordinasi dengan baik, maka Sri Sultan HB IX membentuk Dinas Chusus (DC), yang diharapkan mampu menghadapi tantangan ancaman negara dan bangsa kedepan, serta mampu menjaga NKRI. Program rekruitmen DC merupakan program Intellijen dari kader-kader Sipil Non Militer pertama di Indonesia yang dilatih oleh Central Intelligence Agency Amerika Serikat (CIA), Para calon-calon Itellijen dikirim ke Pulau Saipan Filipina untuk mengikuti program pelatihan hingga beberapa angkatan yang kemudian pelatihannya diteruskan di Indonesia, para alumni ditempatkan di berbagai operasi Klandestein yang sangat tertutup dan mampu menembus jantung musuh seperti operasi (Trikora, Dwikora, G30. S PKI, dll). DC dikenal dengan nama samaran Ksatria Graha yang merupakan kader-kader Intelijen profesional terlatih, yang merupakan bagian penting yang tak dapat dilepaskan dari sejarah intellijen Indonesia.

Pada awal tahun 1952, Kepala Staf Angkatan Perang, T.B. Simatupang, menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Akibat persaingan di tubuh militer, sepanjang tahun 1952-1958, seluruh angkatan dan Kepolisian memiliki badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional. Maka pada 5 Desember 1958, Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dengan Kolonel Laut Pirngadi sebagai kepala.

Selanjutnya, 10 November 1959, BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh DR Soebandrio. Di era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi Komunis dan non-Komunis di tubuh militer, termasuk intelijen.

1965-sekarang[sunting | sunting sumber]

Setelah gonjang-ganjing tahun 1965, Soeharto mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Berikutnya, di seluruh daerah (Komando Daerah Militer/Kodam) dibentuk Satuan Tugas Intelijen (STI). Kemudian pada 22 Agustus 1966, Soeharto mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) dengan Brigjen Yoga Sugomo sebagai kepala yang langsung bertanggung jawab kepadanya.

Sebagai lembaga intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki Operasi Khusus (Opsus) di bawah Letkol. Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani dan Aloysius Sugiyanto. Kurang dari setahun, 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Mayjen. Soedirgo merupakan Kepala Bakin pertama.

Pada masa Mayjen. Sutopo Juwono, Bakin memiliki Deputi II di bawah Kolonel Nicklany Soedardjo, perwira Polisi Militer (POM) lulusan Fort Gordon, AS. Pada awal 1965, Nicklany menciptakan unit intel PM, yaitu Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Pintel) POM. Secara resmi, Den Pintel POM menjadi Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel), lalu pada tahun 1976 menjadi Satuan Pelaksana (Satlak) Bakin dan di era 1980-an kelak menjadi Unit Pelaksana (UP) 01.

Mulai tahun 1970 terjadi reorganisasi Bakin dengan tambahan Deputi III pos Opsus di bawah Brigjen. Ali Moertopo. Sebagai orang dalam Soeharto, Opsus dipandang paling prestisius di Bakin, mulai dari urusan domestik Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat dan kelahiran mesin politik Golongan Karya (Golkar) sampai masalah Indocina. Pada tahun 1983, sebagai Wakil Kepala BAKIN, L.B. Moerdani memperluas kegiatan intelijen menjadi Badan Intelijen Strategis (Bais). Selanjutnya Bakin tinggal menjadi sebuah direktorat kontra-subversi dari Orde Baru.

Setelah mencopot L.B. Moerdani sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), tahun 1993 Soeharto mengurangi mandat Bais dan mengganti nama menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA). Tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengubah Bakin menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang.

Sejak 1945 s/d sekarang, organisasi intelijen negara telah berganti nama sebanyak 6 (enam) kali [2]:

  1. BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia).
  2. BKI (Badan Koordinasi Intelijen).
  3. BPI (Badan Pusat Intelijen).
  4. KIN (Komando Intelijen Negara).
  5. BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara).
  6. BIN (Badan Intelijen Negara).

Mengenal Lebih Dekat Headquarter Badan Intelijen Negara

Angker, rahasia, misterius, tertutup, klandestin, dan bahkan kekerasan. Itulah kesan spontan yang sering muncul dari mindset publik, ketika ditanyakan perihal dunia Intelijen. Terkadang mindset awam ini masih diikuti oleh sinimisme terhadap profesi Intelijen, seperti tercermin pada ungkapan "intel Melayu" atau "spion Melayu". Tidak heran, pemikiran seperti itu masih berkembang di kalangan masyarakat, karena karakter dunia Intelijen mengutamakan prinsip kerahasiaan, anonimitas dan cara kerja klandestin. Memasuki era keterbukaan, Intelijen ditantang untuk mengubah karakter "misterius" yang melekat menjadi karakter yang lebih impresif "terbuka" dengan publik.

Asosiasi publik ketika berbicara mengenai Intelijen, tentu tidak terlepas dari keberadaan institusi Badan Intelijen Negara (BIN). Hal tersebut ada pembenarannya, karena BIN merupakan satu-satunya institusi yang kedudukannya sebagai "State Intelligence".

Tulisan ini, setidaknya akan mencoba membuka ruang "ketertutupan" institusi Intelijen, seperti BIN, melalui perspektif "Human Interest". Pendekatan awal ini akan memudahkan untuk mengenal lebih jauh tentang lingkungan Intelijen. Pada bagian awal, akan didiskripsikan mengenai lingkungan kehidupan di "HEADQUARTER" BIN.

Secara internal, Kantor BIN dikenal dengan sebutan "Komplek Kasatrian Soekarno Hatta" , meski masyarakat di sekitar compound lebih familiar dengan sebutan Komplek BAKIN. Memang kantor yang terletak di Jalan Seno Raya, Pejaten Timur - Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini, dulunya merupakan Kantor BAKIN.

Kesan pertama ketika memasuki Komplek BIN, terpateri bahwa masalah keamanan menjadi perhatian utama. Kantor ini dikelilingi pagar besi yang membatasi jalan umum dengan jalan lingkungan kantor. Dari Jalan Seno Raya yang sejajar dengan rel kereta api lintasan Pasar Minggu-Kalibata, terlihat pagar tinggi yang ditutup oleh rimbunnya pohon bambu, seolah menyembunyikan gedung-gedung perkantoran BIN. Dari Jalan Seno Raya, juga terlihat menjulang keberadaan patung Soekarno-Hatta, tepat di depan gerbang utama masuk komplek perkantoran BIN.

Patung "Bapak Bangsa" ini dibangun saat BIN dipimpin oleh Jenderal (Purn) AM. Hendropriyono (2004) dan diresmikan oleh Presiden saat itu, Megawati Soekarnoputri. Pembuatan patung tersebut bertujuan untuk mengenang jasa-jasa Proklamator RI yang berhasil mempersatukan bangsa Indonesia. Keberadaan patung Soekarno-Hatta di depan kantor, mempermudah dalam mengenal intelligence compound yang menjadi "Headquarter" BIN.

Lalu-lintas keluar masuk Komplek BIN hanya melalui satu pintu gerbang, yaitu pintu gerbang sebelah selatan, meskipun di sebelah utara juga terdapat pintu gerbang. Pintu gerbang sebelah utara, yang berdampingan dengan Komplek Perumahan Kalbata Indah, semata-mata hanya menjadi akses menuju Masjid Baitul Akbar dan kolam renang BIN, fasilitas yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.

Pada akses utama terdapat Pos Penjagaan petugas keamanan internal, yang disebut "GARDA". Setiap orang yang masuk ke lingkungan compound, kecuali pegawai, akan diperiksa identitas dan barang bawaannya untuk didata dan ditinggal, khususnya barang-barang yang memang terlarang sesuai ketentuan internal. Bagi tamu dinas, parkir kendaraan disediakan di lahan yang terletak sebelum Pos Garda. Untuk tamu VIP, kendaraan diperbolehkan mengantar penumpangnya sampai ke Pos Penjagaan berikutnya, yang menjadi akses menuju komplek perkantoran.

Tepat di sudut jalan masuk antara komplek pemukiman anggota BIN dan komplek perkantoran yang dibatasi pagar besi dengan kerimbunan pohon bambu, terdapat tulisan di papan besi permanen yang bunyinya : "For Your Eyes Only". Pesan dari tulisan tersebut, tentu dimaksudkan untuk semua yang berkepentingan masuk ke Komplek BIN, utamanya keluarga besar BIN. Melalui tulisan tersebut, warning disampaikan bahwa apa yang dilihat, hanya untuk diri sendiri. Ajakan ini seolah menuntun keluarga besar BIN agar dapat menjaga kerahasiaan dengan sekeras-kerasnya. Sebab, kerahasiaan adalah salah satupremis yang menjadi nafas Intelijen.

Komplek BIN yang luasnya kurang lebih 26 hektar, terbagi dalam 2 (dua) blok. Pertama, blok perumahan anggota seluas 17 hektar. Kedua, blok perkantoran dengan luas 9 hektar. Blok pemukiman lokasinya "Letter U" di sisi-sisi blok perkantoran. Fasilitas pada blok pemukiman meliputi perumahan dan mess pegawai serta sarana olah raga.

BIN concern terhadap kebugaran anggotanya. Tugas Intelijen tidak hanya menuntut kecerdasan semata, tetapi juga kesiapan phisik yang prima. Itulah sebabnya, di komplek pemukiman disediakan fasilitas olah raga, seperti lapangan bola, lapangan tenis, lapangan volley, lapangan basket, jalan yang dapat berfungsi sebagai jogging track, dan kolam renang. Bahkan tersedia lapangan tembak yang sekaligus diperuntukan bagi pelatihan ketrampilan menembak yang harus dimiliki setiap anggota BIN.

Fasilitas pendidikan pun disediakan, meski baru sebatas taman balita (play group) dan taman kanak-kanak. BIN juga menyediakan fasilitas kuliner berupa "PUJASERA", yang siap melayani pegawai, tamu dan keluarga besar BIN. Untuk perawatan kesehatan bagi keluarga besar BIN, tersedia Poliklinik dengan proyeksi fasilitas rawat-inap terbatas. Pada bagian lain, sebagai bukti BIN juga berinteraksi dengan masyarakat, tersedia fasilitas yang diperuntukkan bagi masyarakat luas, yaitu Masjid Baitul Akbar dan kolam renang. Dalam situasi tertentu, poliklinik BIN pun dapat melayani masyarakat yang memerlukan pertolongan darurat.

Pada blok perkantoran, terdapat sejumlah gedung bertingkat yang penataannya dengan mempertimbangkan konsep lingkungan. Keasrian lingkungan menjadi ciri komplek BIN, termasuk pada blok perkantoran. Kerindangan pepohonan, setiap saat menghadirkan semilirnya angin. Kerindangan ini juga menghadirkan beberapa jenis burung, seperti jalak dan tekukur. Keberadaan burung-burung tersebut dilindungi dan bahkan dipelihara secara bebas. Beberapa jenis unggas yang dipelihara, juga memberikan harmoni tersendiri, yang ikut menunjang kenyamanan beraktivitas. Di blok perkantoran, juga ditemukan rusa jenis axis-axis. Keberadaan rusa-rusa tersebut ditempatkan di kiri-kanan akses masuk perkantoran, sehingga menambah hidupnya lingkungan perkantoran.

Memang, pada jam kerja normatif, suasana perkantoran tidak hiruk-pikuk sebagaimana instansi pemerintah lainnya. Hal ini dikarenakan BIN hanya melayani "Single Client", yaitu Presiden, bukan "Public Service". Suasana lingkungan perkantoran yang asri dan nyaman ini memberikan nilai tambah bagi ethos kerja dan elan pengabdian anggota BIN.

Pada konteks institusi, suasana lingkungan perkantoran BIN sangat impresif membangun kewibawaan. Kewibawaan tidak harus selalu diterjemahkan dengan imaji keangkeran atau bahkan kekerasan. Kewibawaan juga mengandung nilai harmoni relasi antara institusi dengan para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat awam. Keasrian dan kenyamanan lingkungan Kantor BIN, perlu dipromosikan untuk merubah suasana kontras pada "image Intelijen" selama ini.

- See more at: http://www.bin.go.id/profil/tentang#sthash.Rz5u2yWH.dpuf

Share this Post: